Dunbar’s Number: Dari 150 Kenalan Hingga 5 Orang Terdekat
Banyak Relasi, Sedikit Koneksi
Kita hidup di zaman serba terkoneksi. Kontak WhatsApp penuh, timeline media sosial bergerak tanpa henti, LinkedIn seakan jadi buku telepon raksasa. Rasanya kita punya ribuan teman. Tapi anehnya, di tengah keramaian itu, banyak orang mengaku tetap kesepian. Mengapa?
Dunbar’s Number menjelaskan bahwa otak manusia hanya mampu menjaga sekitar 150 hubungan stabil. Angka ini terbagi dalam lingkaran: 150 kenalan luas, 50 teman cukup dekat, 15 sahabat personal, dan 5 orang inti. Semakin kecil lingkaran, semakin dalam makna dan energi yang tercurah
Seorang antropolog Inggris, menemukan bahwa otak manusia hanya bisa menjaga sekitar 150 hubungan sosial yang stabil. Tidak peduli seberapa pintar atau sibuknya kita, kapasitas itu tidak bisa ditipu.
Dan lebih menarik lagi, angka 150 itu terbagi:
- 150 kenalan yang masih bisa dihubungi tanpa canggung.
- 50 teman cukup dekat, mereka yang mungkin kita undang ke pesta ulang tahun.
- 15 sahabat yang kita percaya untuk berbagi cerita personal.
- 5 orang inti—lingkaran paling dekat, yang kita cari di saat suka dan duka.
Kalau dipikir, itu seperti target dalam panahan. Ada papan besar untuk semua anak panah, tapi hanya beberapa yang benar-benar bisa kita bidik ke lingkaran tengah. Kita bisa menembakkan panah sebanyak mungkin, tapi energi kita terbatas. Too many arrows don’t guarantee a bull’s eye.
Digital Overload dan Ilusi Kedekatan
Masalahnya, dunia digital memberi ilusi bahwa kita bisa melampaui batas itu. Ribuan teman di Facebook, ratusan chat belum terbaca di grup kerja, networking event yang datang silih berganti. Kita terdorong untuk selalu hadir, selalu menyapa, selalu update.
Tapi di balik semua itu, justru muncul rasa kosong. Kita tersadar bahwa mengenal banyak orang bukan berarti merasa dekat. Too many people, too little connection.
Itu sebabnya banyak orang di era modern merasakan paradoks: “connected but lonely.” Kita seperti berada di tengah pesta besar, tapi tak ada ruang untuk percakapan mendalam.
Busy Doesn’t Mean Bonded
Hal yang sama terjadi di dunia kerja. Kita mungkin menghadiri rapat dengan 30 orang, bergabung dalam 10 proyek sekaligus, atau rutin ikut konferensi demi networking. Tetapi seberapa banyak dari semua itu yang berbuah relasi otentik?
Inilah mengapa Dunbar’s Number penting dipahami oleh para pemimpin maupun anggota tim. Dalam organisasi, relasi yang paling berpengaruh justru ada di lingkaran kecil. Percaya atau tidak, membangun kepercayaan dengan 5 rekan terdekat bisa jauh lebih produktif ketimbang sekadar “kenal” dengan 50 orang tanpa kedalaman.
Di dunia korporat, kita sering terjebak pada angka—berapa besar jaringan, berapa banyak kontak, berapa luas lingkaran. Padahal yang menentukan performa tim bukanlah kuantitas, melainkan kualitas. Seperti idiomnya: It’s not about how many people you know, but how many people you can truly rely on.
Life Balance Dimulai dari Lingkaran Sosial
Kalau dipikir lebih dalam, life balance bukan hanya soal membagi waktu antara kerja dan istirahat. Lebih mendasar dari itu, keseimbangan hidup ditentukan oleh siapa saja yang kita izinkan masuk ke dalam lingkaran sosial kita.
Kita sering kehabisan energi bukan karena pekerjaan terlalu berat, tapi karena kita mencoba membagi diri pada terlalu banyak orang. Kita hadir di puluhan grup chat, merespons ratusan notifikasi, ikut terlalu banyak acara. Pada akhirnya, energi mental kita bocor sedikit demi sedikit.
Di titik inilah Dunbar’s Number memberi panduan. Bahwa ada lingkaran 150, 50, 15, dan 5 yang perlu kita rawat dengan sadar. Menjaga keseimbangan berarti tahu kapan harus berkata “ya” pada yang penting, dan “tidak” pada yang menguras. Seperti pepatah lama: better fewer, but better.
Refleksi: Siapa di Lingkaranmu?
Coba bayangkan: siapa lima orang yang paling Anda cari saat kabar gembira datang? Siapa 15 sahabat yang selalu mau mendengar cerita Anda? Dan siapa 50 teman yang masih bisa Anda jaga relasinya dengan tulus?
Jawaban atas pertanyaan sederhana ini sering kali lebih jujur daripada daftar panjang teman di media sosial. Dan inilah kompas sejati untuk menemukan keseimbangan.
Karena pada akhirnya, hidup bukanlah lomba menumpuk kenalan. Hidup adalah seni memilih siapa yang benar-benar layak berbagi ruang, waktu, dan energi kita. At the end of the day, it’s not the number of friends in your phone, but the number of friends in your corner.
Dengan memahami Dunbar’s Number, kita belajar bahwa hidup yang penuh, tidak berarti hidup yang ramai. Justru dengan lingkaran sosial yang sehat—baik di dunia pribadi maupun profesional—kita bisa menemukan fokus, ketenangan, dan makna. Dan di sanalah life balance yang sesungguhnya.
emmh, bagaimana pengalaman kamu sehari-hari tentang Dunbar’s Number ?
