Feedback Itu Seni Memperindah Komunikasi, Bukan Serangan
Kenalan dengan Situation–Behavior–Impact (SBI)
Kita semua pernah ada di momen ini: ingin memberi masukan, tapi takut orang tersinggung. Atau justru menerima feedback yang rasanya lebih seperti kritik tajam ketimbang undangan untuk tumbuh. Padahal, di dunia kerja maupun kehidupan sehari-hari, feedback itu ibarat kompas—tanpa itu kita tetap bisa jalan, tapi mudah tersesat.
Masalahnya, banyak orang menempatkan feedback itu sama dengan ‘mencari kesalahan’. Begitu mendengarnya, respon defensif langsung muncul. Padahal, cara bicara yang kurang pas bisa membuat pesan tenggelam. Seperti kata pepatah, words can heal or words can hurt. Dan inilah alasan kenapa Situation–Behavior–Impact (SBI) hadir: sebuah model komunikasi sederhana yang membantu kita menyampaikan masukan secara jernih, spesifik, dan tetap menjaga harga diri lawan bicara.
Apa Itu SBI?
SBI sebenarnya panduan pengembangan komunikasi efektif dan sangat sederhana:
- Situation (Situasi) → sebutkan konteks kapan dan di mana perilaku itu terjadi.
- Behavior (Perilaku) → jelaskan apa yang orang lakukan, bukan sifatnya.
- Impact (Dampak) → sampaikan efek nyata dari perilaku tersebut pada tim, pekerjaan, atau perasaan orang lain.
Prinsipnya jelas: stick to the matter, not to the person. Fokus pada fakta, bukan pada sifat orang yang melekat.
Dari Kritik Jadi Kolaborasi
Mari bayangkan dua cara memberi feedback.
Tanpa SBI: “Kenapa sih kamu selalu bikin presentasi ribet banget?” Hasilnya? Orang yang menerima feedback ini langsung defensif. Seperti ungkapan, don’t shoot the messenger—sayangnya banyak feedback terasa seperti tembakan, bukan pesan.
Dengan SBI: “Dalam meeting pagi tadi (Situation), slide yang kamu gunakan terlalu penuh teks (Behavior). Itu membuat beberapa orang agak sulit menangkap ide besarmu (Impact).”
Bedanya terasa? Feedback ini lebih ringan, tidak menghakimi, dan justru membuka ruang untuk berdiskusi. Feedback is a mirror, not a hammer—bukan alat memukul, melainkan kaca untuk melihat lebih jernih.
Dengan format ini, percakapan sulit menjadi lebih manusiawi. Kita bisa jujur tanpa kehilangan respek. Seperti kata idiom lain, build bridges, not walls—hubungkan, jangan pisahkan.
Lebih dari Sekadar Teknik
Tentu, SBI bukan hanya soal rumus tiga langkah. Ia adalah mindset bagaimana kita memandang dan menghargai orang lain. Bahwa feedback bukan senjata untuk menyalahkan, melainkan undangan untuk berkembang bersama.
Bayangkan kalau di dalam tim, setiap orang terbiasa saling memberi masukan dengan pola SBI. Tidak ada lagi saling sindir di lorong, tidak ada gosip di belakang meja. Justru muncul keterbukaan, rasa aman, dan akhirnya kepercayaan. Bahkan bisa terjadi situasi yang lebih bagus dimana anggota team datang dan bilang “menurut kamu keputusanku masih bisa di improve ngga ya?”. Karena pada akhirnya, it’s not about pointing fingers, it’s about building trust.
Penutup
Feedback itu media pengembangan diri dan jauh dari konotasi pahit. Ia bisa menjadi vitamin, yang diberikan dengan cara yang tepat. Dengan SBI, kita punya bahasa yang sederhana tapi penuh makna. Sekali lagi jangan lupa tiga kata kunci:
- Sebutkan situasi.
- Jelaskan perilaku.
- Terangkan dampak.
Small words make a big difference. Percobaan pertama mungkin kikuk, tapi semakin sering dipakai, semakin alami jadinya. Dan siapa tahu, justru dari percakapan ringan itulah lahir perubahan besar.
Jadi, kapan terakhir kali kamu memberi feedback? Besok, coba gunakan SBI—dan lihat bagaimana suasana percakapan bisa berubah dari canggung menjadi kolaboratif.
