Situation–Behavior–Impact (SBI). Feedback Itu Seni, Bukan Serangan
Kita semua pernah ada di momen ini: ingin memberi masukan, tapi takut orangnya tersinggung. Atau justru menerima feedback yang lebih terasa seperti kritik pedas ketimbang ajakan untuk berkembang. Padahal, dalam dunia kerja maupun kehidupan sehari-hari, feedback itu ibarat kompas—tanpa itu kita memang bisa tetap berjalan, tapi sering kali arahnya salah.
Masalah muncul ketika feedback disampaikan dengan cara yang salah. Alih-alih membantu, justru menimbulkan jarak. Words can heal or words can hurt—dan sering kali, bedanya hanya terletak pada pilihan kata. Itulah kenapa Situation–Behavior–Impact (SBI) hadir sebagai sebuah cara sederhana untuk memberi feedback yang jelas, spesifik, dan tetap menjaga martabat lawan bicara.
Apa Itu SBI?
SBI berdiri di atas tiga langkah sederhana:
- Situation (Situasi) → jelaskan kapan dan di mana perilaku itu terjadi.
- Behavior (Perilaku) → fokus pada apa yang dilakukan, bukan siapa orangnya.
- Impact (Dampak) → ceritakan efek nyata dari perilaku itu pada pekerjaan, tim, atau perasaan orang lain.
Prinsipnya: stick to the point, not to the person. Fokus pada fakta, bukan asumsi atau label.
Dari Kritik Menjadi Kolaborasi
Bayangkan perbedaan ini.
Tanpa SBI: “Kenapa sih kamu selalu bikin presentasi ribet banget?”
Kesan yang muncul? Serangan langsung ke pribadi. Tak heran orang akan defensif—when you corner someone, they fight back.
Dengan SBI: “Dalam meeting pagi tadi (Situation), slide yang kamu gunakan terlalu penuh teks (Behavior). Itu membuat beberapa orang agak sulit menangkap ide besarmu (Impact).”
Bedanya terasa? Tidak lagi menghakimi, tapi lebih konkret. Pesan masuk tanpa melukai. Seperti kata pepatah, feedback is a mirror, not a hammer—bukan alat pemukul, tapi cermin untuk bercermin lebih jujur.
Storytelling: Kisah Seorang Manajer
Bayangkan seorang manajer bernama Rina. Ia frustasi karena timnya sering terlambat menyelesaikan laporan. Suatu pagi, emosinya meledak:
“Kenapa kalian nggak pernah disiplin?!”
Tim pun terdiam, beberapa merasa sakit hati. Alih-alih memperbaiki, semangat kerja justru turun.
Malamnya, Rina sadar bahwa ia salah cara. Keesokan harinya, ia mencoba dengan pendekatan berbeda:
“Dalam laporan minggu lalu (Situation), beberapa data tidak diupdate sesuai jadwal (Behavior). Itu membuat saya kesulitan menyiapkan materi untuk direksi (Impact).”
Reaksinya jauh berbeda. Tim tidak merasa diserang, justru langsung menawarkan solusi. Dari sana, Rina belajar bahwa it’s not about pointing fingers, it’s about finding solutions together.
Relevansi SBI dalam Hidup Sehari-hari
Feedback bukan hanya urusan kantor. Format ini bisa dipakai di mana saja:
- Saat menegur anak yang lupa merapikan mainan.
- Saat meminta pasangan lebih hadir tanpa terdengar menyalahkan.
- Bahkan saat menyampaikan keberatan ke sahabat agar hubungan tetap sehat.
Dengan pola ini, percakapan sulit bisa terasa lebih ringan. Build bridges, not walls—hubungkan, jangan memisahkan. SBI membantu kita jujur tanpa kehilangan rasa hormat.
Lebih dari Sekadar Teknik
SBI bukan sekadar trik komunikasi; ia adalah mindset. Feedback seharusnya bukan tentang pointing fingers, tapi tentang membuka jalan untuk tumbuh bersama. Bayangkan sebuah tim di mana setiap orang terbiasa berbicara dengan pola ini. Tidak ada lagi sindir-menyindir, tidak ada gosip di belakang meja. Yang ada hanyalah keterbukaan dan kepercayaan.
Karena pada akhirnya, actions speak louder than words—dan cara kita memberi feedback menunjukkan seberapa besar kita peduli pada pertumbuhan orang lain.
Penutup
Feedback tidak harus terasa pahit. Ia bisa menjadi vitamin yang membantu kita bertumbuh, asal diberikan dengan cara yang tepat. Dengan SBI, kita punya bahasa yang sederhana tapi berdampak besar:
- sebutkan situasinya,
- jelaskan perilakunya,
- terangkan dampaknya.
Small words make a big difference. Coba gunakan format ini di percakapanmu berikutnya. Siapa tahu, hal kecil itu justru membuka pintu perubahan besar—bukan hanya untuk orang lain, tapi juga untuk dirimu sendiri.
